Kilas Negara, Teheran - Setelah dua belas hari penuh dengan kekerasan dan ketegangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, gencatan senjata yang rapuh akhirnya berlaku antara Iran dan Israel pada hari ini, mengakhiri konflik mematikan yang telah mengguncang Timur Tengah. Ribuan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang meluas menjadi saksi bisu dari konfrontasi langsung pertama antara kedua negara adidaya regional tersebut.
Kesepakatan gencatan senjata, yang ditengahi melalui upaya diplomatik intensif oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, mulai berlaku pada pukul 18:00 waktu setempat. Baik Yerusalem maupun Teheran telah mengonfirmasi kepatuhan awal terhadap kesepakatan tersebut, meskipun dengan nada hati-hati dan saling tuduh.
Perang 12 hari ini meletus setelah serangkaian insiden yang semakin memanas di wilayah tersebut. Meskipun rincian pemicu pasti masih diperdebatkan, konflik ini dipicu oleh serangan siber besar-besaran yang dinisirkan pada Iran yang melumpuhkan infrastruktur penting, diikuti oleh serangan rudal dan drone balasan dari Iran terhadap target militer dan sipil di Israel.
Dalam waktu singkat, kedua belah pihak meningkatkan serangannya. Israel melancarkan serangan udara masif terhadap situs-situs nuklir, militer, dan instalasi Garda Revolusi Iran, sementara Iran membalas dengan gelombang rudal balistik dan jelajah yang menargetkan kota-kota besar Israel. Proxy regional, termasuk Hizbullah di Lebanon dan milisi yang didukung Iran di Suriah dan Irak, juga turut serta, memperluas jangkauan konflik.
Skala kehancuran sangat besar. Laporan awal menunjukkan bahwa lebih dari 2.500 orang tewas, sebagian besar warga sipil, di kedua belah pihak. Ribuan lainnya terluka, dan jutaan orang terpaksa mengungsi. Kota-kota seperti Tel Aviv dan Isfahan menderita kerusakan signifikan akibat serangan rudal. Infrastruktur vital, termasuk pembangkit listrik, fasilitas komunikasi, dan jaringan transportasi, juga mengalami kerusakan parah.
Upaya diplomatik untuk menghentikan konflik ini sangat intens. Presiden Amerika Serikat, bersama dengan Sekretaris Jenderal PBB dan perwakilan Uni Eropa, mengadakan serangkaian pertemuan darurat dan panggilan telepon maraton dengan para pemimpin Iran dan Israel. Peran negara-negara Teluk, khususnya Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, juga signifikan dalam menekan kedua belah pihak untuk menerima gencatan senjata.
Analisis awal menunjukkan bahwa tekanan internasional yang luar biasa, ditambah dengan kerugian yang tak tertahankan di kedua belah pihak, akhirnya memaksa para pemimpin untuk menyetujui gencatan senjata.